Kuasai, jangan cintai. Demi kianlah semestinya umat Islam
memperlakukan dunia dan seisinya. Sebab, Islam bukan ajaran yang
bersifat dikotomi. Di ma na untuk meraih rida Tuhan harus bersikap
antidunia dan melulu meng isi waktu dengan ibadah ritual semata.
Justru
Islam mewajibkan seluruh umatnya untuk tampil ke gelanggang, mengatur
dunia (menguasai) de ngan berpedoman dan berprinsip pada aturan main
Tuhan (syariah). Seperti itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
beserta para sahabatnya.
Seperti kita ketahui dalam sejarah
peradaban Islam, hampir semua sektor kehidupan dikuasai oleh umat
Islam. Sebut saja sektor ekonomi, yang kini menjadi sektor utama dalam
kehidupan kita. Beberapa saat setibanya di Kota Madinah, Abdurrahman
bin Auf langsung menuju pasar dan berniaga di dalamnya.
Dalam
beberapa tempo yang tidak begitu lama, Abdurrahman bin Auf telah
menguasai pasar Madinah yang sebelumnya dikuasai oleh Yahudi. Artinya,
dengan spirit iman, Abdurrahman bin Auf mampu menguasai sektor ekonomi
yang dengan cara seperti itu, ia bisa berkontribusi harta dalam
perjuangan jihad fisabilillah.
Akhirnya, Abdurrahman bin Auf
menjadi saudagar yang sangat kaya pada zamannya. Sampai-sampai ia
pernah berinfak kepada umat Islam sekitar tujuh ratus ekor unta beserta
seluruh muatannya.
Namun, Abdurrahman bin Auf tidak sama dengan
Tsa’la bah, yang jadi kufur karena dunia. Awalnya Tsa’labah hidup
miskin, kemudian sukses dengan usaha ternak kambingnya, lalu menjadi
angkuh dan sombong karena kekayaannya. Bahkan, ia berani menolak
membayar zakat.
Beberapa abad sebelum Abdurrahman bin Auf, di
zaman Nabi Musa hidup seorang saudagar yang sangat kaya raya, Qarun
namanya. Kunci gudang harta kekayaannya saja memer lukan satu ekor unta
untuk meng angkatnya.
Tetapi, Qarun bukan saudagar yang beriman,
ia angkuh lagi sombong. Maka, ketika ia berbuat se perti itu dan
menolak mengakui keberadaan Allah SWT yang Mahakaya, lalu mengklaim
bahwa apa yang dimilikinya itu sebagai hasil murni kepandaiannya. Allah
pun menenggelamkan Qarun ke dalam bumi beserta seluruh harta
kekayaannya.
Dunia adalah sarana menuju akhirat. “Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi …” (QS 28: 77).
Jadi, Muslim yang baik adalah yang mampu
menguasai dunia untuk agama dan akhiratnya. Bukan untuk diri dan
keluarganya semata. Lihatlah bagaimana Rasulullah juga ahli dalam dunia
bisnis dan niaga. Juga perhatikanlah bagaimana Sayidina Ali dalam
perang, namun juga paling tekun dalam ibadah.
Perhatikan pula
bagaimana para nabi yang lain juga ahli dalam bidang keduniaan. Nabi
Daud ahli metalurgi, Nabi Nuh ahli perkapalan, Nabi Musa ahli
peternakan, dan Nabi Isa ahli pengobatan serta Nabi Yusuf ahli
perekonomian.
Semua ini menunjukkan bahwa umat Islam harus
unggul di segala bidang dengan tetap menjadikan akhirat sebagai
orientasi utama bukan dunia yang diutamakan, apalagi dikuasai untuk
dicintai. Wallahu a'lam.
sumber:republika.co.id
Posted by pendekar tanpa bayaran | Posted on
Filed under:
hikmah
Don't miss a single post! Subscribe to my RSS feed
Posted by
pendekar tanpa bayaran |
Leave a Comment