Kita Dan Hutang

Orang bilang nggak wajar hidup tanpa hutang. Benarkah? Kalau kita masih punya pikiran seperti itu, segera kita hapus saja. Karena dalam Islam hutang akan menurunkan izzah atau harga diri kita. Tetapi pada kenyataannya, seringkali kita mengabaikan hal tersebut. Mungkin terdesak kebutuhan. Sebenarnya tidak ada masalah dalam hal hutang piutang, karena itu adalah bagian dari tolong menolong dalam kebaikan. Tetapi, yang menjadi masalah ketika kita berbelit – belit dalam membayar hutang. Padahal janji kita ketika akan berhutang akan dibayar tepat waktu.

Seorang teman yang punya usaha perlengkapan muslim mengeluh, sering kehabisan uang untuk kulakan. Bukan karena barangnya tak laku, tapi karena pembelinya masih pada ngutang. Yang lebih miris lagi, seorang ibu jadi enggan ikut taklim karena teman – teman satu taklimnya suka berhutang padanya dan sulit ketika ditagih. Ibu yang lain mengeluh uang yang diberikan suaminya setiap bulan seringkali kurang. Usut punya usut ternyata ibu ini suka koleksi jilbab dari bermacam model dan warna yang dibeli dengan cara kredit.

Saya tak hendak menyalahkan kita yang suka berhutang. Karena kadang kita dihadapkan pada situasi yang membuat kita memilih hutang sebagai jalan satu – satunya. Tetapi marilah kita sadari, betapa pentingnya kita menyegerakan menunaikan hak orang lain. Rasulullah bahkan memasukkan sebagai penganiayaan, prilaku orang berhutang yang berbelit – belit dalam membayar hutangnya. Kadang kita berpikir bahwa si pemberi hutang belum membutuhkan, sehingga kita menunda pembayaran. Tapi siapa yang berani menjamin? Mungkin kalau kebutuhan pokoknya cukup, ya untuk keperluan yang lain. Bayar sekolah anak mungkin, atau modal usaha. Mungkin usaha kita tidak maju – maju salah satu sebabnya karena modal habis dihutang. Bagaimana ekonomi umat Islam mau maju? Sementara KJKS banyak yang kolaps karena nasabah tidak bayar hutang. Dan umumnya kita enggan untuk menagih, merasa sungkan, mengharap pengertian dan sebagainya.

Mungkin tips berikut bisa dicoba agar kita terhindar dari masalah hutang piutang. Pertama, budayakan menabung agar jika ada kebutuhan mendadak kita punya cadangan. Kalaupun terpaksa berhutang tidak banyak. Kedua, bekerja sekuat tenaga agar kita punya cukup dana untuk mencukupi kebutuhan kita. Ingat kata Aa Gym, saya tidak ingin kaya tapi saya harus kaya. Ketiga, belilah barang yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Jangan tergoda bujuk rayu sales yang menawarkan pembayaran ringan dengan cara diangsur. Pikirkan terlebih dahulu, pentingkah barang itu atau masih bisa ditunda. Keempat, utamakan membayar hutang sebelum memenuhi kebutukan yang lain. kata Rasulullah, ”seandainya saya mempunyai emas sebesar bukit Uhud, saya tidak akan merasa senang kalau emas itu masih ada pada saya selama tiga hari, selain dari apa yang telah dipersiapkan untuk membayar hutang”. Bayarlah hutang tepat pada waktunya. Ingat tingkatan ukhuwah yang paling tinggi adalah itsar, mendahulukan saudara kita. Bisa jadi sebenarnya saudara kita sedang sangat membutuhkan tetapi enggan untuk menagih karena kasihan pada kita. Kelima, yang tak kalah penting adalah banyak bersedekah dan berdoa kepada Allah seperti doa Rasulullah ” Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari terlanda hutang dan dalam kekuasaan orang lain.” Sedangkan dengan sedekah, membelanjakan harta di jalan Allah maka Allah akan menggantinya dari jalan yang tidak disangka – sangka.

Kita memang tidak bisa terlepas sama sekali dari masalah hutang piutang. Itulah sebabnya kenapa dalam Islam diperbolehkan hutang piutang. Tetapi setidaknya hutang piutang itu bisa menjadi sarana untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan bukan justru menimbulkan kemudharatan dan saling mendzalimi satu sama lain.